9 Preman Paling Ganas di Indonesia

Tuesday 25 October 20160 comments

Preman atau gangster yang ada di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Mereka melakukan penjarahan kepada siapa saja, bahkan aksi-aksi keji pun kerap dilakukan. Langsung saja, inilah 5 preman paling ganas yang ada di Indonesia dari dulu sampai sekarang.

1.Kusni Kasdut

Kusni Kasdut adalah preman sekaligus penjahat dan perampok kelas kakap yang pernah ada di Indonesia. Bahkan bisa dibilang, ia adalah preman paling legendaris karena banyak sekali melakukan aksi mengerikan. Salah satu aksi paling fenomenal dari Kusni Kasdut adalah saat ia merampok barang-barang dari Museum Nasional Jakarta. Ia membawa lari 11 permata berharga dengan menyamar sebagai polisi.
Kusni Kasdut [image source]
Kusni Kasdut

Kusni Kasdut banyak sekali melakukan perampokan barang mewah. Ia tak segan-segan membunuh korbannya yang melawan. Atas apa yang dilakukan ini, Kusni Kasdut mendapatkan hukuman mati dari pengadilan. Sebelum eksekusi datang, Kusni Kasdut akhirnya bertobat dan memeluk Agama Katolik

2.Slamet Gundul

Slamet Gundul adalah salah satu preman yang paling dicari oleh Polri tahun 1989. Bahkan Direktur Reserse Mabes Polri Koesparmono Irsan mengisyaratkan untuk menangkap Slamet Gundul, hidup atau pun mati. Kekesalan ini adalah buntut dari aksi keji yang dilakukan oleh Slamet Gundul dengan para komplotannya. Mereka suka sekali merampok nasabah Bank yang baru saja mengambil uang.
Slamet Gundul [image source]
Slamet Gundul

Aksi ini dilakukan berkali-kali hingga polisi di Jawa, Nusa Tenggara dam Sumatra bagian selatan dikerahkan untuk mengepung Slamet Gundul. Ia sebenarnya pernah ditangkap dan diadili meski berhasil kabur dari halaman Pengadilan Negeri. Kasus Slamet Gundul benar-benar membuat citra Kepolisian jadi anjlok. Bagaimana tidak, Slamet Gundul menjelma bak belut yang susah ditangkap dengan cara apa pun



3.Dicky Ambon

Dicky Ambon adalah preman yang hidup dan menguasai wilayah Yogyakarta. Ia adalah orang yang banyak sekali melakukan aksi mengerikan seperti asusila pada wanita, perampokan, pencurian, hingga melakukan pembunuhan dengan keji. Kasus paling besar yang pernah dilakukan oleh Dicky Ambon adalah pengeroyokan terhadap seorang Prajurit TNI. Akibat hal ini Dicky Ambon dan tiga orang temannya ditangkap.

Dicky Ambon [image source]
Dicky Ambon 

Dicky Ambon akhirnya diadili dan dijebloskan di dalam penjara. Saat di penjara, Dicky Ambon diserang oleh sekelompok orang bersenjata hingga membuatnya langsung tewas di tempat. Oh ya, saat masih hidup, Dicky Ambon menguasai jalan-jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan Solo.


4.John Kei

John Kei adalah seorang preman asal Maluku yang memulai karier kepremanannya di Jakarta. Ia masuk ke kerasnya ibu kota dan menjadi seorang rentenir. Ia menyewakan uang kepada banyak sekali orang lalu meminta bunga yang banyak. Jika bunga tidak segera dibayar, hutang akan terus berlipat ganda dan membuat orang tersebut terus disatroni oleh John Kei. Bila perlu apa saja yang ada di rumah akan dirampas.

John Kei [image source]
John Kei 


John Kei saat ini berada di dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Selama menjadi preman ia banyak sekali menyebarkan kengerian di Jakarta. Bahkan warga yang terlanjur berhutang kepada John Kei harus rela semua yang dipunyai dirampas. Terkadang masih bonus tindak kekerasan yang cukup parah.

5.Johny Indo

Johny Indo adalah seorang pria dengan tubuh jangkung dengan kulit sangat bersih. Dengan tampang yang sama sekali tidak ada preman-premannya, Johny justru menjadi orang mengerikan. Ia banyak sekali melakukan aksi perampokan terutama toko-toko emas yang ada di daerah Jakarta Pusat. Dalam perampokan, ia juga kerap membawa banyak sekali pistol hingga tak banyak orang yang mampu melawannya.

Johny Indo [image source]
Johny Indo

Apa yang dilakukan oleh Johny tentu membuat banyak toko emas jadi ketakutan. Polisi pun terus melakukan pengejaran hingga akhirnya mampu menahan Johny dan kawan-kawannya. Oh ya, meski ia seorang preman dan juga perampok. Banyak sekali barang hasil curiannya diberikan kepada para orang miskin. Apa yang ia lakukan membuat Johny sering dianggap sebagai Si Pitung atau Robinhood.

Inilah lima preman paling ganas yang ada di Indonesia. Dari lima preman di atas, mana saja yang sobat Boombatis kenal atau ingat kiprahnya dalam dunia kriminal Indonesia?

6.Hercules, Sang Penguasa Tanah Abang

Ia merupakan seorang pejuang yang pro terhadap NKRI ketika terjadi ketegangan Timor-timur sebelum akhirnya merdeka pada tahun 1999. Maka tak salah jika sosoknya yang begitu berkarisma ia dipercaya memegang logistik oleh KOPASUS ketika menggelar operasi di Tim-tim.
Namun nasib lain hinggap pada dirinya, musibah yang dialaminya di Tim-tim kala itu memaksa dirinya menjalani perawatan intensif di RSPAD Jakarta. Dan dari situlah perjalanan hidupnya menjadi Hercules yang di kenal sampai sekarang, ia jalani.
Hidup di Jakarta tepatnya di daerah Tanah Abang yang terkenal dengan daerah ‘Lembah Hitam’, seperti diungkapkan Hercules daerah itu disebutnya sebagai daerah yang tak bertuan, bahkan setiap malamnya kerap terjadi pembacokan dan perkelahian antar preman.
Hampir setiap malam pertarungan demi pertarungan harus dia hadapi. “Waktu itu saya masih tidur di kolong-kolong jembatan. Tidur ngak bisa tenang. Pedang selalu menempel di badan. Mandi juga selalu bawa pedang. Sebab setiap saat musuh bisa menyerang,” ungkapnya.

Hercules Rosario de Marshal alias Hercules
Rasanya tidak percaya Hercules preman yang paling ditakuti, setidaknya di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta. Tubuhnya tidak begitu tinggi. Badannya kurus. Hanya tangan kirinya yang berfungsi dengan baik. Sedangkan tangan kananya sebatas siku menggunakan tangan palsu. Sementara bola mata kanannya sudah digantikan dengan bola mata buatan.
Tapi setiap kali nama Hercules disebut, yang terbayang adalah kengerian. Banyak sudah cerita tentang sepak terjang Hercules dan kelompoknya. Sebut saja kasus penyerbuan Harian Indopos gara-gara Hercules merasa pemberitaan di suratkabar itu merugikan dia. Juga tentang pendudukan tanah di beberapa kawasan Jakarta yang menyebabkan terjadi bentrokan antar-preman.
Tak heran jika bagi warga Jakarta dan sekitarnya, nama Hercules identik dengan Tanah Abang. Meski tubuhnya kecil, nyali pemuda kelahiran Timtim (kini Timor Leste)  ini diakui sangat besar. Dalam tawuran antar-kelompok Hercules sering memimpin langsung. Pernah suatu kali dia dijebak dan dibacok 16 bacokan hingga harus masuk ICU, tapi ternyata tak kunjung tewas. Bahkan suatu ketika, dalam suatu perkelahian, sebuah peluru menembus matanya hingga ke bagian belakang kepala tapi tak juga membuat nyawa pemuda berambut keriting ini tamat. Ada isu dia memang punya ilmu kebal yang diperolehnya dari seorang pendekar di Badui Dalam.
Ternyata, di balik sosok yang menyeramkan ini, ada sisi lain yang belum banyak diketahui orang. Dalam banyak peristiwa kebakaran, ternyata Hercules menyumbang berton-ton beras kepada para korban. Termasuk buku-buku tulis dan buku pelajaran bagi anak-anak korban kebakaran. Begitu juga ketika terjadi bencana tsunami di beberapa wilayah, Hercules memberi sumbangan beras dan pakaian.
Bahkan juga bantuan bahan bangunan dan semen untuk pembangunan masjid-masjid. Sisi lain yang menarik dari Hercules adalah kepeduliannya pada pendidikan. “Saya memang tidak tamat SMA. Tapi saya menyadari pendidikan itu penting,” ujar ayah tiga anak ini.
Maka jangan kaget jika Hercules menyekolahkan ketiga anaknya di sebuah sekolah internasional yang relatif uang sekolahnya mahal. Bukan Cuma itu, ketika Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary menghadapi masalah, Hercules ikut andil menyelesaikannya, termasuk menyuntikan modal agar lembaga pendidikan itu bisa terus berjalan dan berkembang.

7.Olo Panggabean, The Real Medan Godfather 

Sahara Oloan Panggabean
Olo Panggabean lahir di Tarurung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara 24 Mei 1941. Nama lengkapnya adalah Sahara Oloan Panggabean, tapi lebih suka di panggil OLO, yang dalam bahasa Tapanuli artinya YA atau OK.
Pada masa hidupnya, untuk menemui atau hanya melihat sosok “Ketua” itu bukanlah perkara gampang. Hanya orang-orang tertentu yang tahu keberadaannya di suatu tempat, itupun dengan pengawalan berlapis-lapis yang selalu mengitari kemanapun dia pergi. Sang “Ketua” itu pun selalu menghindari wartawan. Dia bahkan pernah memberikan uang kepada wartawan untuk tidak mewawancarai ataupun mengabadikan dirinya melalui foto.
Sosoknya sangat bertolak belakang dari sebutannya yang dikenal sebagai “Kepala Preman.” Perawakannya seperti orang biasa dengan penampilan yang cukup sederhana. Ia hanya mengunakan sebuah jam tangan emas tanpa satupun cincin yang menempel di jarinya. Sorot matanya terlihat berair seperti mengeluarkan air mata, tetapi memiliki lirikan yang sangat tajam. “Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Bang, soalnya saya kan sampai sekarang masih lajang,”ujar Olo sambil tertawa. Meski begitu, pengawal rata-rata bertubuh besar berkumis tebal dengan kepalan rata-rata sebesar buah kelapa.
Olo Panggabean diperhitungkan setelah keluar dari organisasi Pemuda Pancasila, saat itu di bawah naungan Effendi Nasution alias Pendi Keling, salah seorang tokoh Eksponen ’66’. Tanggal 28 Agustus 1969, Olo Panggabean bersama sahabat dekatnya, Syamsul Samah mendirikan IPK. Masa mudanya itu, dia dikenal sebagai preman besar.
Wilayah kekuasannya di kawasan bisnis di Petisah. Dia juga sering dipergunakan oleh pihak tertentu sebagai debt collector. Sementara organisasi yang didirikan terus berkembang, sebagai bagian dari lanjutan Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila), di bawah naungan dari Koordinasi Ikatan – Ikatan Pancasila (KODI), dan pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (Gakari).


Melalui IPK Olo kemudian membangun “kerajaannya” yang sempat malang melintang di berbagai aspek kehidupan di Sumut dan menghantarkannya dengan julukan “Ketua.” Selain kerap disebut “Kepala Preman”, yang dikaitkan dari nomor seri plat kendaraannya yang seluruhnya berujung “KP”, Olo juga dikenal orang sebagai “Raja Judi” yang mengelola perjudian di Sumut. Namun segala hal tersebut, belum pernah tersentuh atau dibuktikan oleh pihak yang berwajib. Terasa, tapi tidak teraba.
Olo Panggabean pernah dituding sebagai pengelola sebuah perjudian besar di Medan. Semasa Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumut (1999), IPK pernah diminta untuk menghentikan praktik kegiatan judi. Tudingan itu membuat Moses Tambunan marah besar. Sebagai anak buah Olo Panggabean, Moses menantang Sutiono untuk dapat membuktikan ucapannya tersebut.
Persoalan ini diduga sebagai penyulut insiden di kawasan Petisah. Anggota brigade mobile (Brimob) terluka akibat penganiayaan sekelompok orang. Merasa tidak senang, korban yang terluka itu melaporkan kepada rekan rekannya. Insiden ini menjadi penyebab persoalan, sekelompok oknum itu memberondong tempat kediamana Olo “Gedung Putih” dengan senjata api.
Pada pertengahan 2000, ia menerima perintah panggilan dari Sutanto (saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumut) terkait masalah perjudian namun panggilan tersebut ditolaknya dengan hanya mengirimkan seorang wakil sebagai penyampai pesan.
Sejak jabatan Kapolri disandang Sutanto pada tahun 2005, kegiatan perjudian yang dikaitkan dengan Olo telah sedikit banyak mengalami penurunan.[1]. Semasa Sutanto menjadi Kapolri, bisnis judi Olo diberantas habis sampai keakar akarnya. Sutanto berhasil memberantas judi di Sumatera Utara kurang dari tiga tahun, suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh Kapolri sebelumnya. Sejak itu, Olo dikabarkan memfokuskan diri pada bisnis legal, seperti POM Bensin , Perusahaan Otobus (PO) dan sebagainya.
Pada akhir 2008, Olo Panggabean yang kembali harus berurusan pihak polisi. Namun kali ini, kasusnya berbeda yakni untuk melaporkan kasus penipuan terhadap dirinya oleh sejumlah rekannya dalam kasus jual beli tanah sebesar Rp 20 miliar di kawasan Titi Kuning, Medan Johor.

Namun terlepas dari apa kata orang terhadap Olo Panggabean, sejumlah langkah positif dalam perjalanan hidupnya pantas dicatat dengan tinta emas. Terutama sikap kedermawanannya dan kepeduliannya kepada rakyat tidak berkemampuan.
Kisah sedih bayi kembar siam Angi-Anjeli anak dari pasangan Subari dan Neng Harmaini yang kesulitan membiayai dana operasi pemisahan di Singapura, tahun 2004 adalah satu contoh kedermawanan Olo paling mendebarkan.
Ibu sang bayi, Neng Harmaini, melahirkan mereka di RS Vita Insani, Pematang Siantar, Rabu, 11 Pebruari 2004 pukul 08.00 WIB, melalui operasi caesar. Bayi kembar siam ini harus diselamatkan dengan operasi cesar, tapi orangtuanya tidak mampu. Ditengah pejabat Pemprovsu dan Pemko Siantar masih saling lempar wacana untuk membantu biaya operasi, malah Olo Panggabean bertindak cepat menanggung semua biaya yang diperlukan.
Bahkan saat bayi bernasib sial itu tiba di Bandara Polonia Medan dengan pesawat Garuda Indonesia No. GIA 839 pada Senin 18 Juli 2004 sekitar pukul 11.30, Olo Panggabean menyempatkan diri menyambut dan menggendongnya.
Saat itu Angi dan Anjeli terseyum manis, mereka mudah akrab dengan orang yang berjasa untuk mengoperasi mereka. Banyak orang tereyuh dan orng tua Angi dan Anjeli, nyaris rubuh pingsan karena terharu. Maklum, setelah membiayai semua perobatan di rumah sakit, Olo masih bersedia menyambutnya di Bandara.
Kisah kedermawanan Ketua sudah banyak dirasakan masyarakat kurang mampu di Sumatera Utara.Tidak sekedar membiayai perobatan orang sakit, tapi juga dalam bentuk lain berupa biaya pendidikan, modal kerja untuk menghidupi keluarga.
Olo telah meninggal dunia Kamis, 30 April 2009  jam 14.00 di rumah sakit Glenegles Medan Sumatera Utara. Olo meninggal pada usia 67 Tahun. Jenazah disemayamkan dirumah duka jalan Sekip.

9.Basri Sangaji





Basri Sangaji atau Basri jala sangaji mempunyai banyak kawan dan musuh. Delapan pemuda telah mengaku membunuh Basri.
BELASAN pria berwajah tak ramah masuk ke Hotel Kebayoran Inn. Hasit Marabesi dan Rusina Lestaluhu yang tengah terkantuk-kantuk di meja resepsionis, serta M. Simbolon dan Sunarono, staf pengamanan hotel, tak berani menghadang. Maklumlah, di genggaman para tamu tak diundang itu terselip kelewang dan golok


Gerak cepat mereka menaiki tangga menyiratkan bahwa mereka tahu benar di mana buruan mereka berada. Kamar 30, lantai dua hotel yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, itu. Lalu, brak! Pintu kamar dibuka secara paksa. Tak lama terdengar gaduh orang adu mulut ditingkahi suara besi beradu dan letusan senjata api.

Keributan pada Selasa subuh pekan lalu itu hanya berlangsung 10 menit. Ketika keluar, mereka sempat merusak jip Lexus hitam milik penghuni kamar yang diparkir di depan lobi hotel. Lalu, mereka ngacir dengan dua mobil.

Setelah para penyerbu menghilang, baru pegawai hotel mencari tahu apa gerangan yang terjadi. Ketika menuju ke suite room itu mereka terkesiap. Darah mengalir menuruni anak tangga. Di dalam kamar, mereka saksikan seorang pria tewas, tergeletak di sofa. Dadanya berlubang bekas terjangan peluru. Tangan kirinya putus.

Dia adalah Basri Jala Sangaji, 35 tahun, pemimpin sekelompok pemuda yang menguasai beberapa wilayah yang padat tempat hiburan di Jakarta. Pagi itu Basri tak sendirian. Dia bersama adiknya, Ali Sangaji, 30 tahun, dan orang kepercayaannya, Jamal Sangaji, 33 tahun. Dua orang ini terluka parah. Selangkangan Ali terluka akibat tembakan. Tangan kanan Jamal nyaris putus karena ditebas golok.

Selanjutnya, pegawai hotel menghubungi polisi. Di lokasi kejadian, aparat menemukan pistol berpeluru karet jenis FN kaliber 32 milik Basri. Hari itu juga, jasad Basri dibawa ke rumahnya di perumahan Vila Alfa Mas, Pulo Mas, Jakarta Timur. Ribuan pelayat sudah tumplek di sana. Jenazah hanya singgah semalam. Esoknya dikirim ke Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Maluku Tengah. Di kampung halamannya inilah dia dikebumikan.

Maluku geger dengan kabar tewasnya Basri. Maklum, ia terhitung tokoh pemuda yang memiliki ratusan pengikut. Sebagian dari anak buah Basri adalah "pensiunan" konflik Maluku. Dengan modal massa itu, Basri menjejak kancah politik. Pada pemilihan presiden kemarin, ia termasuk tim sukses pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid.

Suasana kota Ambon pun mencekam. Beredar kabar, anak buah Basri telah tiba di Ambon pada hari yang sama. Cerita balas dendam berseliweran. Kelompok yang dibidik adalah geng yang selama ini berseberangan dengan Basri. Itu sebabnya, Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Brigadir Jenderal Aditya Warman, mensiagakan semua personelnya di titik-titik yang dianggap rawan di Maluku.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu mengimbau masyarakat agar tak terprovokasi dengan insiden pembunuhan tersebut. Karel tak mau peristiwa berdarah yang menelan 1.842 jiwa akibat konflik antaragama pada 1998-1999 terulang lagi. Peristiwa ini juga diawali bentrok antarpemuda yang mabuk. Karena itu, wajar jika sang Gubernur buru-buru mendinginkan suasana daerahnya.

Buat meredakan ketegangan, Aditya pun buru-buru mengatakan bahwa tersangkanya sudah diketahui dan ditangkap. "Hanya saja masalah ini ditangani di Jakarta," kata Aditya kepada Tempo.

Memang, polisi di Jakarta telah menangkap delapan tersangka. Namun, Komisaris Besar Mathius Salempang belum mau mengungkap motif pembunuhan ini. "Kami melihat fakta-fakta yang ada di lapangan saja," katanya. Jadi, hanya sampai pada delapan tersangka tadi. "Saya sangat yakin mereka pelakunya," kata Mathius.

Pembunuhan Basri mestinya memang gampang terungkap lantaran para pelaku meninggalkan banyak jejak. Misalnya, saksi korban Ali dan Jamal mengenal para penyerang. Peristiwa itu dilihat langsung oleh petugas hotel. Nomor polisi mobil penyerbu juga tercatat oleh petugas parkir.

Salah seorang di antara tersangka itu, Emil, 24 tahun, mengaku membunuh Basri karena dendam. Pemuda ini mengatakan, salah seorang kerabatnya, Lus, tewas dibunuh anak buah Basri di kawasan Kayu Manis, Jakarta Timur, pada 1998.

Seorang tokoh pemuda Ambon mengaku mengenal Emil "Dia pendatang baru di 'dunia persilatan' ini," katanya. Emil juga disebutkan bersandar pada seorang pemimpin kelompok pemuda yang selama ini berseberangan dengan Basri.

Siapa sebenarnya dalangnya? "Tak ada yang menyuruh. Kami membunuh karena dendam," kata Louis, 24 tahun, salah seorang tersangka. Kepada wartawan, pemuda Ambon ini mengatakan ke Hotel Kebayoran Inn juga hanya kebetulan saja. "Kami hanya main-main."

Salah seorang musuh Basri adalah Herkules, seorang pemimpin kelompok pemuda yang pernah tenar di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menurut Herkules, semasa hidupnya Basri meninggalkan jejak keruh. Herkules yang mengaku kenal Basri di diskotek Zona di bilangan Karet, Jakarta Pusat, pada 1991, ini pernah bentrok dengan Basri.

Penyebabnya, seorang pengusaha mengalihkan surat kuasa penagihan utang dari Basri kepada Herkules. Perkelahian terjadi di Kemang IV, Jakarta Selatan, pada Mei 2002. Satu orang tewas dari kelompok Basri. Bibir Herkules terserempet peluru.

Sejak itu, Herkules mengatakan, Basri musuh besarnya. "Dia banyak musuhnya yang sedang antre untuk membunuhnya. Tapi dia mati bukan karena saya. Saya tak tahu pelakunya," katanya kepada Tempo. Herkules mengatakan, Basri juga bermusuhan dengan Ongen Sangaji dan John Kei. "Bahkan pengusaha yang pernah berurusan dengan dia pun menjadi musuhnya," katanya.

Ongen Sangaji yang disebut Herkules adalah seorang tokoh pemuda dari Maluku yang cukup disegani. Tapi, Ongen mengaku tak tahu riwayat tewasnya Basri. "Saya juga sudah lama tak berhubungan dengan Basri, sudah dua tahun," katanya kepada Tempo. "Saya gelap sekali tentang dia," katanya sambil mengucapkan salam dan menutup pembicaraan.

John Kei juga seorang tokoh pemimpin sekelompok pemuda di Jakarta. Dia datang dari Pulau Kei, Maluku. Basri dan John Kei tercatat pernah bentrok beberapa kali. Di antaranya perkelahian di Diskotek Stadium, Jakarta Barat, pada Selasa, 2 Maret. Dua petugas keamanan diskotek tewas. Bentrokan berlanjut di depan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa, 8 Juni. Dalam perkelahian itu, jiwa Walterus Refra, kakak kandung John Kei, melayang.

Tak gampang melacak keberadaan John Kei hari-hari belakangan ini. Ketika Tempo menghubungi telepon genggam John Kei, yang menyahut justru seorang wanita. "Pak John sedang tak ada," jawabnya sambil menutup telepon. Pembelaan untuk John justru datang dari pihak kepolisian. "Sejauh ini belum ada keterlibatan dia," kata Mathius.

Selain berselisih dengan "para pendekar", Basri sempat pula berselisih paham dengan seorang pejabat penting di Maluku. Basri pernah menghardik pejabat ini di depan umum di Ambon. Seorang pengusaha ternama di Maluku juga menjadi musuh Basri. Persoalannya menyangkut sebuah proyek pembangunan di Maluku.

Kisah sepak terjang Basri memang cukup panjang. Kunci untuk mengungkap secara tuntas kasus ini bergantung pada pengakuan delapan tersangka tadi. Jangan lupa juga, ada saksi korban yang masih hidup, Ali dan Jamal.




Share this article :

Post a Comment

 
Support : | |
Copyright © 2016. Criminalpedia
Published by
powered by Blogger